/* Coin Slider jQuery plugin CSS styles http://workshop.rs/projects/coin-slider */ .coin-slider { overflow: hidden; zoom: 1; position: relative; }

Halaman

Sabtu, 21 Desember 2013


YANG SUDAH MAHIR DI BTC KINI SAATNYA BERKARIR DI LTC KUMPULIN LTC TAHUN DEPAN HARGA BAKALAN MELONJAK NAIK Tempat jual beli LTC di indonesia www.digitalchanger.com Berikut cara-caranya mendapatkan dollar gratis dari LiteCoin:
1. Anda harus mempunyai wallet untuk menyimpan LTCyang anda dapatkan, buat di sini klik instant-e.com ( harga 1 LTC untuk saat ini Rp 235.000/1 LTC)
2. selanjutnya klik link konfirmasi yang masuk ke email yang anda daftarkan tadi, selanjut nya login ke wallet yang baru saja anda buat. Di situ ada Address Litecoin (LTC) anda yang bentuknya seperti ini LUhpbSqj4t8yb5irZkzwPWjJwXCgwwAxcM yang nantinya di gunakan untuk mengirim atau menerima LiteCoin.
3. setelah wallet anda di buat.,silahkan mencari LTC, daftar disini:ltc4you.com
4. Your Litecoin Addres, di isi Addres LTC Anda tadi yang bentuknya seperti ini: LPcXV1ANfAmyDbgnXmsSd9jBrbrCpA8EmQ
5. setelah pendaftaran selesai silahkan LOGIN : ltc4you.com
 LALU MULAI ROLL-->SEKALI ROLL DAPAT 3000LTC--> SAAT INI HARGA 1LTC 235.000,- -->ANDA BISA DAPATKAN 1LTC DALAM 1 MINGGU TIDAK SESULIT MENCARI BTC

Sabtu, 08 Juni 2013

ASKEP ANEMIA

A. Pengertian Anemia adalah gejala dari kondisi yang mendasari, seperti kehilangan komponen darah, elemen tak adekuat atau kurangnya nutrisi yang dibutuhkan untuk pembentukan sel darah merah, yang mengakibatkan penurunan kapasitas pengangkut oksigen darah (Doenges, 1999). Anemia adalah istilah yang menunjukan rendahnya hitungan sel darah merah dan kadar hemoglobin dan hematokrit di bawah normal (Smeltzer, 2002 : 935). Anemia adalah berkurangnya hingga di bawah nilai normal sel darah merah, kualitas hemoglobin dan volume packed red bloods cells (hematokrit) per 100 ml darah (Price, 2006 : 256). Dengan demikian anemia bukan merupakan suatu diagnosis atau penyakit, melainkan merupakan pencerminan keadaan suatu penyakit atau gangguan fungsi tubuh dan perubahan patotisiologis yang mendasar yang diuraikan melalui anemnesis yang seksama, pemeriksaan fisik dan informasi laboratorium. B. Etiologi Penyebab tersering dari anemia adalah kekurangan zat gizi yang diperlukan untuk sintesis eritrosit, antara lain besi, vitamin B12 dan asam folat. Selebihnya merupakan akibat dari beragam kondisi seperti perdarahan, kelainan genetik, penyakit kronik, keracunan obat, dan sebagainya. Penyebab umum dari anemia: • Perdarahan hebat • Akut (mendadak) • Kecelakaan • Pembedahan • Persalinan • Pecah pembuluh darah • Penyakit Kronik (menahun) • Perdarahan hidung • Wasir (hemoroid) • Ulkus peptikum • Kanker atau polip di saluran pencernaan • Tumor ginjal atau kandung kemih • Perdarahan menstruasi yang sangat banyak • Berkurangnya pembentukan sel darah merah • Kekurangan zat besi • Kekurangan vitamin B12 • Kekurangan asam folat • Kekurangan vitamin C • Penyakit kronik • Meningkatnya penghancuran sel darah merah • Pembesaran limpa • Kerusakan mekanik pada sel darah merah • Reaksi autoimun terhadap sel darah merah • Hemoglobinuria nokturnal paroksismal • Sferositosis herediter • Elliptositosis herediter • Kekurangan G6PD • Penyakit sel sabit • Penyakit hemoglobin C • Penyakit hemoglobin S-C • Penyakit hemoglobin E • Thalasemia (Burton, 1990). C. Patofisiologi Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sum-sum tulang atau kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sum-sum tulang dapt terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, inuasi tumor, atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis (destruksi) pada kasus yang disebut terakhir, masalah dapat akibat efek sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah normal atau akibat beberapa factor diluar sel darah merah yang menyebabkan destruksi sel darah merah. Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam system fagositik atau dalam system retikuloendotelial terutama dalam hati dan limpa. Sebagai hasil samping proses ini bilirubin yang sedang terbentuk dalam fagosit akan masuk dalam aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera direpleksikan dengan meningkatkan bilirubin plasma (konsentrasi normalnya 1 mg/dl atau kurang ; kadar 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera. Anemia merupakan penyakit kurang darah yang ditandai rendahnya kadar hemoglobin (Hb) dan sel darah merah (eritrosit). Fungsi darah adalah membawa makanan dan oksigen ke seluruh organ tubuh. Jika suplai ini kurang, maka asupan oksigen pun akan kurang. Akibatnya dapat menghambat kerja organ-organ penting, Salah satunya otak. Otak terdiri dari 2,5 miliar sel bioneuron. Jika kapasitasnya kurang, maka otak akan seperti komputer yang memorinya lemah, Lambat menangkap. Dan kalau sudah rusak, tidak bisa diperbaiki (Sjaifoellah, 1998). D. Manifestasi klinis Gejala klinis yang muncul merefleksikan gangguan fungsi dari berbagai sistem dalam tubuh antara lain penurunan kinerja fisik, gangguan neurologik (syaraf) yang dimanifestasikan dalam perubahan perilaku, anorexia (badan kurus kerempeng), pica, serta perkembangan kognitif yang abnormal pada anak. Sering pula terjadi abnormalitas pertumbuhan, gangguan fungsi epitel, dan berkurangnya keasaman lambung. Cara mudah mengenal anemia dengan 5L, yakni lemah, letih, lesu, lelah, lalai. Kalau muncul 5 gejala ini, bisa dipastikan seseorang terkena anemia. Gejala lain adalah munculnya sklera (warna pucat pada bagian kelopak mata bawah). Anemia bisa menyebabkan kelelahan, kelemahan, kurang tenaga dan kepala terasa melayang. Jika anemia bertambah berat, bisa menyebabkan stroke atau serangan jantung(Sjaifoellah, 1998). E. Komplikasi Anemia juga menyebabkan daya tahan tubuh berkurang. Akibatnya, penderita anemia akan mudah terkena infeksi. Gampang batuk-pilek, gampang flu, atau gampang terkena infeksi saluran napas, jantung juga menjadi gampang lelah, karena harus memompa darah lebih kuat. Pada kasus ibu hamil dengan anemia, jika lambat ditangani dan berkelanjutan dapat menyebabkan kematian, dan berisiko bagi janin. Selain bayi lahir dengan berat badan rendah, anemia bisa juga mengganggu perkembangan organ-organ tubuh, termasuk otak (Sjaifoellah, 1998). F. Pemeriksaan penunjang Jumlah darah lengkap (JDL) : hemoglobin dan hemalokrit menurun. Jumlah eritrosit : menurun (AP), menurun berat (aplastik); MCV (molume korpuskular rerata) dan MCH (hemoglobin korpuskular rerata) menurun dan mikrositik dengan eritrosit hipokronik (DB), peningkatan (AP). Pansitopenia (aplastik). Jumlah retikulosit : bervariasi, misal : menurun (AP), meningkat (respons sumsum tulang terhadap kehilangan darah/hemolisis). Pewarna sel darah merah : mendeteksi perubahan warna dan bentuk (dapat mengindikasikan tipe khusus anemia). LED : Peningkatan menunjukkan adanya reaksi inflamasi, misal : peningkatan kerusakan sel darah merah : atau penyakit malignasi. Masa hidup sel darah merah : berguna dalam membedakan diagnosa anemia, misal : pada tipe anemia tertentu, sel darah merah mempunyai waktu hidup lebih pendek. Tes kerapuhan eritrosit : menurun (DB). SDP : jumlah sel total sama dengan sel darah merah (diferensial) mungkin meningkat (hemolitik) atau menurun (aplastik). Jumlah trombosit : menurun caplastik; meningkat (DB); normal atau tinggi (hemolitik) Hemoglobin elektroforesis : mengidentifikasi tipe struktur hemoglobin. Bilirubin serum (tak terkonjugasi): meningkat (AP, hemolitik). Folat serum dan vitamin B12 membantu mendiagnosa anemia sehubungan dengan defisiensi masukan/absorpsi Besi serum : tak ada (DB); tinggi (hemolitik) TBC serum : meningkat (DB) Feritin serum : meningkat (DB) Masa perdarahan : memanjang (aplastik) LDH serum : menurun (DB) Tes schilling : penurunan eksresi vitamin B12 urine (AP) Guaiak : mungkin positif untuk darah pada urine, feses, dan isi gaster, menunjukkan perdarahan akut / kronis (DB). Analisa gaster : penurunan sekresi dengan peningkatan pH dan tak adanya asam hidroklorik bebas (AP). Aspirasi sumsum tulang/pemeriksaan/biopsi : sel mungkin tampak berubah dalam jumlah, ukuran, dan bentuk, membentuk, membedakan tipe anemia, misal: peningkatan megaloblas (AP), lemak sumsum dengan penurunan sel darah (aplastik). Pemeriksaan andoskopik dan radiografik : memeriksa sisi perdarahan : perdarahan GI (Doenges, 1999). G. Penatalaksanaan Medis Tindakan umum : Penatalaksanaan anemia ditunjukan untuk mencari penyebab dan mengganti darah yang hilang. 1. Transpalasi sel darah merah. 2. Antibiotik diberikan untuk mencegah infeksi. 3. Suplemen asam folat dapat merangsang pembentukan sel darah merah. 4. Menghindari situasi kekurangan oksigen atau aktivitas yang membutuhkan oksigen 5. Obati penyebab perdarahan abnormal bila ada. 6. Diet kaya besi yang mengandung daging dan sayuran hijau. Pengobatan (untuk pengobatan tergantung dari penyebabnya) : 1. Anemia defisiensi besi Penatalaksanaan : Mengatur makanan yang mengandung zat besi, usahakan makanan yang diberikan seperti ikan, daging, telur dan sayur. Pemberian preparat fe Perrosulfat 3x 200mg/hari/per oral sehabis makan Peroglukonat 3x 200 mg/hari /oral sehabis makan. 2. Anemia pernisiosa : pemberian vitamin B12 3. Anemia asam folat : asam folat 5 mg/hari/oral 4. Anemia karena perdarahan : mengatasi perdarahan dan syok dengan pemberian cairan dan transfusi darah. MANAJEMEN KEPERAWATAN A. Pengkajian Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara menyeluru(Boedihartono, 1994). Pengkajian pasien dengan anemia (Doenges, 1999) meliputi : 1) Aktivitas / istirahat Gejala : keletihan, kelemahan, malaise umum. Kehilangan produktivitas ; penurunan semangat untuk bekerja. Toleransi terhadap latihan rendah. Kebutuhan untuk tidur dan istirahat lebih banyak. Tanda : takikardia/ takipnae ; dispnea pada waktu bekerja atau istirahat. Letargi, menarik diri, apatis, lesu, dan kurang tertarik pada sekitarnya. Kelemahan otot, dan penurunan kekuatan. Ataksia, tubuh tidak tegak. Bahu menurun, postur lunglai, berjalan lambat, dan tanda-tanda lain yang menunujukkan keletihan. 2) Sirkulasi Gejala : riwayat kehilangan darah kronik, misalnya perdarahan GI kronis, menstruasi berat (DB), angina, CHF (akibat kerja jantung berlebihan). Riwayat endokarditis infektif kronis. Palpitasi (takikardia kompensasi). Tanda : TD : peningkatan sistolik dengan diastolik stabil dan tekanan nadi melebar, hipotensi postural. Disritmia : abnormalitas EKG, depresi segmen ST dan pendataran atau depresi gelombang T; takikardia. Bunyi jantung : murmur sistolik (DB). Ekstremitas (warna) : pucat pada kulit dan membrane mukosa (konjuntiva, mulut, faring, bibir) dan dasar kuku. (catatan: pada pasien kulit hitam, pucat dapat tampak sebagai keabu-abuan). Kulit seperti berlilin, pucat (aplastik, AP) atau kuning lemon terang (AP). Sklera : biru atau putih seperti mutiara (DB). Pengisian kapiler melambat (penurunan aliran darah ke kapiler dan vasokontriksi kompensasi) kuku : mudah patah, berbentuk seperti sendok (koilonikia) (DB). Rambut : kering, mudah putus, menipis, tumbuh uban secara premature (AP). 3) Integritas ego Gejala : keyakinanan agama/budaya mempengaruhi pilihan pengobatan, misalnya penolakan transfusi darah. Tanda : depresi. 4) Eleminasi Gejala : riwayat pielonefritis, gagal ginjal. Flatulen, sindrom malabsorpsi (DB). Hematemesis, feses dengan darah segar, melena. Diare atau konstipasi. Penurunan haluaran urine. Tanda : distensi abdomen. 5) Makanan/cairan Gejala : penurunan masukan diet, masukan diet protein hewani rendah/masukan produk sereal tinggi (DB). Nyeri mulut atau lidah, kesulitan menelan (ulkus pada faring). Mual/muntah, dyspepsia, anoreksia. Adanya penurunan berat badan. Tidak pernah puas mengunyah atau peka terhadap es, kotoran, tepung jagung, cat, tanah liat, dan sebagainya (DB). Tanda : lidah tampak merah daging/halus (AP; defisiensi asam folat dan vitamin B12). Membrane mukosa kering, pucat. Turgor kulit : buruk, kering, tampak kisut/hilang elastisitas (DB). Stomatitis dan glositis (status defisiensi). Bibir : selitis, misalnya inflamasi bibir dengan sudut mulut pecah. (DB). 6) Neurosensori Gejala : sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, tinnitus, ketidak mampuan berkonsentrasi. Insomnia, penurunan penglihatan, dan bayangan pada mata. Kelemahan, keseimbangan buruk, kaki goyah ; parestesia tangan/kaki (AP) ; klaudikasi. Sensasi manjadi dingin. Tanda : peka rangsang, gelisah, depresi cenderung tidur, apatis. Mental : tak mampu berespons, lambat dan dangkal. Oftalmik : hemoragis retina (aplastik, AP). Epitaksis : perdarahan dari lubang-lubang (aplastik). Gangguan koordinasi, ataksia, penurunan rasa getar, dan posisi, tanda Romberg positif, paralysis (AP). 7) Nyeri/kenyamanan Gejala : nyeri abdomen samara : sakit kepala (DB) 8) Pernapasan Gejala : riwayat TB, abses paru. Napas pendek pada istirahat dan aktivitas. Tanda : takipnea, ortopnea, dan dispnea. 9) Keamanan Gejala : riwayat pekerjaan terpajan terhadap bahan kimia,. Riwayat terpajan pada radiasi; baik terhadap pengobatan atau kecelekaan. Riwayat kanker, terapi kanker. Tidak toleran terhadap dingin dan panas. Transfusi darah sebelumnya. Gangguan penglihatan, penyembuhan luka buruk, sering infeksi. Tanda : demam rendah, menggigil, berkeringat malam, limfadenopati umum. Ptekie dan ekimosis (aplastik). 10) Seksualitas Gejala : perubahan aliran menstruasi, misalnya menoragia atau amenore (DB). Hilang libido (pria dan wanita). Imppoten. Tanda : serviks dan dinding vagina pucat. B. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah pasien yang nyata maupun potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan (Boedihartono, 1994). Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan anemia (Doenges, 1999) meliputi : 1. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan sekunder (penurunan hemoglobin leucopenia, atau penurunan granulosit (respons inflamasi tertekan)). 2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna atau ketidak mampuan mencerna makanan /absorpsi nutrient yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah. 3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen (pengiriman) dan kebutuhan. 4. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrient ke sel. 5. Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi dan neurologist. 6. Konstipasi atau Diare berhubungan dengan penurunan masukan diet; perubahan proses pencernaan; efek samping terapi obat. 7. Kurang pengetahuan sehubungan dengan kurang terpajan/mengingat ; salah interpretasi informasi ; tidak mengenal sumber informasi. C. Intervensi/Implementasi keperawatan Intervensi adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan (Boedihartono, 1994) Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Effendi, 1995). Intervensi dan implementasi keperawatan pasien dengan anemia (Doenges, 1999) adalah : 1) Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan sekunder (penurunan hemoglobin leucopenia, atau penurunan granulosit (respons inflamasi tertekan)). Tujuan : Infeksi tidak terjadi. Kriteria hasil : - mengidentifikasi perilaku untuk mencegah/menurunkan risiko infeksi. - meningkatkan penyembuhan luka, bebas drainase purulen atau eritema, dan demam. INTERVENSI & IMPLEMENTASI Tingkatkan cuci tangan yang baik ; oleh pemberi perawatan dan pasien. Rasional : mencegah kontaminasi silang/kolonisasi bacterial. Catatan : pasien dengan anemia berat/aplastik dapat berisiko akibat flora normal kulit. Pertahankan teknik aseptic ketat pada prosedur/perawatan luka. Rasional : menurunkan risiko kolonisasi/infeksi bakteri. Berikan perawatan kulit, perianal dan oral dengan cermat. Rasional : menurunkan risiko kerusakan kulit/jaringan dan infeksi. Motivasi perubahan posisi/ambulasi yang sering, latihan batuk dan napas dalam. Rasional : meningkatkan ventilasi semua segmen paru dan membantu memobilisasi sekresi untuk mencegah pneumonia. Tingkatkan masukkan cairan adekuat. Rasional : membantu dalam pengenceran secret pernapasan untuk mempermudah pengeluaran dan mencegah stasis cairan tubuh misalnya pernapasan dan ginjal. Pantau/batasi pengunjung. Berikan isolasi bila memungkinkan. Rasional : membatasi pemajanan pada bakteri/infeksi. Perlindungan isolasi dibutuhkan pada anemia aplastik, bila respons imun sangat terganggu. Pantau suhu tubuh. Catat adanya menggigil dan takikardia dengan atau tanpa demam. Rasional : adanya proses inflamasi/infeksi membutuhkan evaluasi/pengobatan. Amati eritema/cairan luka. Rasional : indikator infeksi lokal. Catatan : pembentukan pus mungkin tidak ada bila granulosit tertekan. Ambil specimen untuk kultur/sensitivitas sesuai indikasi (kolaborasi) Rasional : membedakan adanya infeksi, mengidentifikasi pathogen khusus dan mempengaruhi pilihan pengobatan. Berikan antiseptic topical ; antibiotic sistemik (kolaborasi). Rasional : mungkin digunakan secara propilaktik untuk menurunkan kolonisasi atau untuk pengobatan proses infeksi local. 2) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna atau ketidak mampuan mencerna makanan /absorpsi nutrient yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah. Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi Kriteria hasil : - menunujukkan peningkatan/mempertahankan berat badan dengan nilai laboratorium normal. - tidak mengalami tanda mal nutrisi. - Menununjukkan perilaku, perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan atau mempertahankan berat badan yang sesuai. INTERVENSI & IMPLEMENTASI Kaji riwayat nutrisi, termasuk makan yang disukai. Rasional : mengidentifikasi defisiensi, memudahkan intervensi. Observasi dan catat masukkan makanan pasien. Rasional : mengawasi masukkan kalori atau kualitas kekurangan konsumsi makanan. Timbang berat badan setiap hari. Rasional : mengawasi penurunan berat badan atau efektivitas intervensi nutrisi. Berikan makan sedikit dengan frekuensi sering dan atau makan diantara waktu makan. Rasional : menurunkan kelemahan, meningkatkan pemasukkan dan mencegah distensi gaster. Observasi dan catat kejadian mual/muntah, flatus dan dan gejala lain yang berhubungan. Rasional : gejala GI dapat menunjukkan efek anemia (hipoksia) pada organ.  Berikan dan Bantu hygiene mulut yang baik ; sebelum dan sesudah makan, gunakan sikat gigi halus untuk penyikatan yang lembut. Berikan pencuci mulut yang di encerkan bila mukosa oral luka. Rasional : meningkatkan nafsu makan dan pemasukkan oral. Menurunkan pertumbuhan bakteri, meminimalkan kemungkinan infeksi. Teknik perawatan mulut khusus mungkin diperlukan bila jaringan rapuh/luka/perdarahan dan nyeri berat. Kolaborasi pada ahli gizi untuk rencana diet. Rasional : membantu dalam rencana diet untuk memenuhi kebutuhan individual. Kolaborasi ; pantau hasil pemeriksaan laboraturium. Rasional : meningkatakan efektivitas program pengobatan, termasuk sumber diet nutrisi yang dibutuhkan. Kolaborasi ; berikan obat sesuai indikasi. Rasional : kebutuhan penggantian tergantung pada tipe anemia dan atau adanyan masukkan oral yang buruk dan defisiensi yang diidentifikasi. 3) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen (pengiriman) dan kebutuhan. Tujuan : dapat mempertahankan/meningkatkan ambulasi/aktivitas. Kriteria hasil : - melaporkan peningkatan toleransi aktivitas (termasuk aktivitas sehari-hari) - menunjukkan penurunan tanda intolerasi fisiologis, misalnya nadi, pernapasan, dan tekanan darah masih dalam rentang normal. INTERVENSI & IMPLEMENTASI Kaji kemampuan ADL pasien. Rasional : mempengaruhi pilihan intervensi/bantuan. Kaji kehilangan atau gangguan keseimbangan, gaya jalan dan kelemahan otot. Rasional : menunjukkan perubahan neurology karena defisiensi vitamin B12 mempengaruhi keamanan pasien/risiko cedera. Observasi tanda-tanda vital sebelum dan sesudah aktivitas. Rasional : manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk membawa jumlah oksigen adekuat ke jaringan. Berikan lingkungan tenang, batasi pengunjung, dan kurangi suara bising, pertahankan tirah baring bila di indikasikan. Rasional : meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen tubuh dan menurunkan regangan jantung dan paru.  Gunakan teknik menghemat energi, anjurkan pasien istirahat bila terjadi kelelahan dan kelemahan, anjurkan pasien melakukan aktivitas semampunya (tanpa memaksakan diri). Rasional : meningkatkan aktivitas secara bertahap sampai normal dan memperbaiki tonus otot/stamina tanpa kelemahan. Meingkatkan harga diri dan rasa terkontrol. 4) Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrient ke sel. Tujuan : peningkatan perfusi jaringan Kriteria hasil : - menunjukkan perfusi adekuat, misalnya tanda vital stabil. INTERVENSI & IMPLEMENTASI Awasi tanda vital kaji pengisian kapiler, warna kulit/membrane mukosa, dasar kuku. Rasional : memberikan informasi tentang derajat/keadekuatan perfusi jaringan dan membantu menetukan kebutuhan intervensi. Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi. Rasional : meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk kebutuhan seluler. Catatan : kontraindikasi bila ada hipotensi. Awasi upaya pernapasan ; auskultasi bunyi napas perhatikan bunyi adventisius. Rasional : dispnea, gemericik menununjukkan gangguan jajntung karena regangan jantung lama/peningkatan kompensasi curah jantung. Selidiki keluhan nyeri dada/palpitasi. Rasional : iskemia seluler mempengaruhi jaringan miokardial/ potensial risiko infark. Hindari penggunaan botol penghangat atau botol air panas. Ukur suhu air mandi dengan thermometer. Rasional : termoreseptor jaringan dermal dangkal karena gangguan oksigen. Kolaborasi pengawasan hasil pemeriksaan laboraturium. Berikan sel darah merah lengkap/packed produk darah sesuai indikasi. Rasional : mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan pengobatan /respons terhadap terapi. Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi. Rasional : memaksimalkan transport oksigen ke jaringan. 5) Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi dan neurologist. Tujuan : dapat mempertahankan integritas kulit. Kriteria hasil : - mengidentifikasi factor risiko/perilaku individu untuk mencegah cedera dermal. INTERVENSI & IMPLEMENTASI Kaji integritas kulit, catat perubahan pada turgor, gangguan warna, hangat local, eritema, ekskoriasi. Rasional : kondisi kulit dipengaruhi oleh sirkulasi, nutrisi dan imobilisasi. Jaringan dapat menjadi rapuh dan cenderung untuk infeksi dan rusak. Reposisi secara periodic dan pijat permukaan tulang apabila pasien tidak bergerak atau ditempat tidur. Rasional : meningkatkan sirkulasi kesemua kulit, membatasi iskemia jaringan/mempengaruhi hipoksia seluler. Anjurkan pemukaan kulit kering dan bersih. Batasi penggunaan sabun. Rasional : area lembab, terkontaminasi, memberikan media yang sangat baik untuk pertumbuhan organisme patogenik. Sabun dapat mengeringkan kulit secara berlebihan. Bantu untuk latihan rentang gerak. Rasional : meningkatkan sirkulasi jaringan, mencegah stasis.  Gunakan alat pelindung, misalnya kulit domba, keranjang, kasur tekanan udara/air. Pelindung tumit/siku dan bantal sesuai indikasi. (kolaborasi) Rasional : menghindari kerusakan kulit dengan mencegah /menurunkan tekanan terhadap permukaan kulit. 6) Konstipasi atau Diare berhubungan dengan penurunan masukan diet; perubahan proses pencernaan; efek samping terapi obat. Tujuan : membuat/kembali pola normal dari fungsi usus. Kriteria hasil : - menunjukkan perubahan perilaku/pola hidup, yang diperlukan sebagai penyebab, factor pemberat. INTERVENSI & IMPLEMENTASI Observasi warna feses, konsistensi, frekuensi dan jumlah. Rasional : membantu mengidentifikasi penyebab /factor pemberat dan intervensi yang tepat. Auskultasi bunyi usus. Rasional : bunyi usus secara umum meningkat pada diare dan menurun pada konstipasi. Awasi intake dan output (makanan dan cairan). Rasional : dapat mengidentifikasi dehidrasi, kehilangan berlebihan atau alat dalam mengidentifikasi defisiensi diet. Dorong masukkan cairan 2500-3000 ml/hari dalam toleransi jantung. Rasional : membantu dalam memperbaiki konsistensi feses bila konstipasi. Akan membantu memperthankan status hidrasi pada diare. Hindari makanan yang membentuk gas. Rasional : menurunkan distress gastric dan distensi abdomen  Kaji kondisi kulit perianal dengan sering, catat perubahan kondisi kulit atau mulai kerusakan. Lakukan perawatan perianal setiap defekasi bila terjadi diare. Rasional : mencegah ekskoriasi kulit dan kerusakan. Kolaborasi ahli gizi untuk diet siembang dengan tinggi serat dan bulk. Rasional : serat menahan enzim pencernaan dan mengabsorpsi air dalam alirannya sepanjang traktus intestinal dan dengan demikian menghasilkan bulk, yang bekerja sebagai perangsang untuk defekasi. Berikan pelembek feses, stimulant ringan, laksatif pembentuk bulk atau enema sesuai indikasi. Pantau keefektifan. (kolaborasi) Rasional : mempermudah defekasi bila konstipasi terjadi.  Berikan obat antidiare, misalnya Defenoxilat Hidroklorida dengan atropine (Lomotil) dan obat mengabsorpsi air, misalnya Metamucil. (kolaborasi). Rasional : menurunkan motilitas usus bila diare terjadi. 7) Kurang pengetahuan sehubungan dengan kurang terpajan/mengingat ; salah interpretasi informasi ; tidak mengenal sumber informasi. Tujuan : pasien mengerti dan memahami tentang penyakit, prosedur diagnostic dan rencana pengobatan. Kriteria hasil : - pasien menyatakan pemahamannya proses penyakit dan penatalaksanaan penyakit. - mengidentifikasi factor penyebab. - Melakukan tiindakan yang perlu/perubahan pola hidup. INTERVENSI & IMPLEMENTASI Berikan informasi tentang anemia spesifik. Diskusikan kenyataan bahwa terapi tergantung pada tipe dan beratnya anemia. Rasional : memberikan dasar pengetahuan sehingga pasien dapat membuat pilihan yang tepat. Menurunkan ansietas dan dapat meningkatkan kerjasama dalam program terapi. Tinjau tujuan dan persiapan untuk pemeriksaan diagnostic. Rasional : ansietas/ketakutan tentang ketidaktahuan meningkatkan stress, selanjutnya meningkatkan beban jantung. Pengetahuan menurunkan ansietas. Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya. Rasional : megetahui seberapa jauh pengalaman dan pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya. Berikan penjelasan pada klien tentang penyakitnya dan kondisinya sekarang. Rasional : dengan mengetahui penyakit dan kondisinya sekarang, klien dan keluarganya akan merasa tenang dan mengurangi rasa cemas. Anjurkan klien dan keluarga untuk memperhatikan diet makanan nya. Rasional : diet dan pola makan yang tepat membantu proses penyembuhan. Minta klien dan keluarga mengulangi kembali tentang materi yang telah diberikan. Rasional : mengetahui seberapa jauh pemahaman klien dan keluarga serta menilai keberhasilan dari tindakan yang dilakukan. D. Evaluasi Evaluasi adalah perbandingan yang sistemik atau terencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan, dengan melibatkan pasien, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya. (Lynda Juall Capenito, 1999:28) Evaluasi pada pasien dengan anemia adalah : 1) Infeksi tidak terjadi. 2) Kebutuhan nutrisi terpenuhi. 3) Pasien dapat mempertahankan/meningkatkan ambulasi/aktivitas. 4) Peningkatan perfusi jaringan. 5) Dapat mempertahankan integritas kulit. 6) Membuat/kembali pola normal dari fungsi usus. 7) Pasien mengerti dan memahami tentang penyakit, prosedur diagnostic dan rencana pengobatan. DAFTAR PUSTAKA • Boedihartono. 1994. Proses Keperawatan di Rumah Sakit. Jakarta. • Burton, J.L. 1990. Segi Praktis Ilmu Penyakit Dalam. Binarupa Aksara : Jakarta • Carpenito, L. J. 1999. Rencana Asuhan keperawatan dan dokumentasi keperawatan, Diagnosis Keperawatan dan Masalah Kolaboratif, ed. 2. EGC : Jakarta • Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian pasien. ed.3. EGC : Jakarta • Effendi , Nasrul. 1995. Pengantar Proses Keperawatan. EGC : Jakarta. • Hassa. 1985. Ilmu Kesehatan Anak jilid 1. FKUI : Jakarta • http://id.wikipedia.org/wiki/Anemia • http://www.kompas.com/ver1/Kesehatan/0611/30/104458.htm • Noer, Sjaifoellah. 1998. Standar Perawatan Pasien. Monica Ester : Jakarta. • Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, edisi 7. EGC : Jakarta.

Sabtu, 22 Desember 2012

ASKEP BPH

Pengertian Benign Prostatic Hyperplasia

Benign Prostatic Hyperplasia adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan oleh karena hiperplasia beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar/jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika (Lab/UPF Ilmu Bedah RSUD Dr Soetomo, 1994 : 193).

Etiologi/Penyebabnya
Penyebab yang pasti dari terjadinya Benign Prostatic Hyperplasia sampai sekarang belum diketahui secara pasti, tetapi hanya 2 faktor yang mempengaruhi terjadinya Benign Prostatic Hyperplasia yaitu testis dan usia lanjut.
Karena etiologi yang belum jelas maka melahirkan beberapa hipotesa yang diduga timbulnya Benign Prostatic Hyperplasia antara lain :
1.         Hipotesis Dihidrotestosteron (DHT)
Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen akan menyebabkan epitel dan stroma dari kelenjar prostatmengalami hiperplasia.
2.         Ketidak seimbangan estrogen – testoteron
Dengan meningkatnya usia pada pria terjadi peningkatan hormon Estrogen dan penurunan testosteron sedangkan estradiol tetap. yang dapat menyebabkan terjadinya hyperplasia stroma.
3.         Interaksi stroma - epitel
Peningkatan epidermal gorwth faktor atau fibroblas gorwth faktor dan penurunan transforming gorwth faktor beta menyebabkan hiperplasia stroma dan epitel.
4.         Penurunan sel yang mati
Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan epitel dari kelenjar prostat.
5.         Teori stem cell
Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit.
(Roger Kirby, 1994 : 38).

Anatomi Dan Fisiologi Prostat
Kelenjar prostat terletak di bawah kandung kemih dan mengelilingi / mengitari uretra posterior dan disebelah proximalnya berhubungan dengan buli-buli, sedangkan bagian distalnya kelenjar prostat ini menempel pada diafragma urogenital yang sering disebut sebagai otot dasar panggul. Kelenjar ini pada laki-laki dewasa kurang lebih sebesar buah kemiri atau jeruk nipis. Ukuran, panjangnya sekitar 4 - 6 cm, lebar 3 - 4 cm, dan tebalnya kurang lebih 2 - 3 cm. Beratnya sekitar 20 gram.
Prostat terdiri dari :
·           Jaringan Kelenjar ®        50  -  70   %
·           Jaringan Stroma (penyangga) 30 - 50 %
·           Kapsul/Musculer 30 - 50 %
Kelenjar prostat menghasilkan cairan yang banyak mengandung enzym yang berfungsi untuk pengenceran sperma setelah mengalami koagulasi (penggumpalan) di dalam testis yang membawa sel-sel sperma. Pada waktu orgasme otot-otot di sekitar prostat akan bekerja memeras cairan prostat keluar melalui uretra. Sel – sel sperma yang dibuat di dalam testis akan ikut keluar melalui uretra. Jumlah cairan yang dihasilkan meliputi 10 – 30 % dari ejakulasi. Kelainan pada prostat yang dapat mengganggu proses reproduksi adalah keradangan (prostatitis). Kelainan yang lain sepeti pertumbuhan yang abnormal (tumor) baik jinak maupun ganas, tidak memegang peranan penting pada proses reproduksi tetapi lebih berperanan pada terjadinya gangguan aliran kencing. Kelainanyang disebut belakangan ini manifestasinya biasanya pada laki-laki usia lanjut.
baca selengkapnya klik disini dan download klik disini

Jumat, 21 Desember 2012

ASKEP EPILEPSI

2.1. Definisi Epilepsi

Epilepsi merupakan sindrom yang ditandai oleh kejang yang terjadi berulang- ulang. Diagnose ditegakkan bila seseorang mengalami paling tidak dua kali kejang tanpa penyebab (Jastremski, 1988).
Epilepsi adalah penyakit serebral kronik dengan karekteristik kejang berulang akibat lepasnya muatan listrik otak yang berlebihan dan bersivat reversibel (Tarwoto, 2007).
Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala yang datang dalam serangan-serangan, berulang-ulang yang disebabkan lepas muatan listrik abnormal sel-sel saraf otak, yang bersifat reversibel dengan berbagai etiologi (Arif, 2000).
Epilepsi adalah sindroma otak kronis dengan berbagai macam etiologi dengan ciri-ciri timbulnya serangan paroksismal dan berkala akibat lepas muatan listrik neuron-neuron otak secara berlebihan dengan berbagai manifestasi klinik dan laboratorik.
2.2. Etiologi
Penyebab pada kejang epilepsi sebagian besar belum diketahui (idiopatik), sering terjadi pada:
1. Trauma lahir, Asphyxia neonatorum
2. Cedera Kepala, Infeksi sistem syaraf
3. Keracunan CO, intoksikasi obat/alkohol
4. Demam, ganguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia)
5. Tumor Otak
6. Kelainan pembuluh darah (Tarwoto, 2007).
Faktor etiologi berpengaruh terhadap penentuan prognosis. Penyebab utama, ialah epilepsi idopatik, remote simtomatik epilepsi (RSE), epilepsi simtomatik akut, dan epilepsi pada anak-anak yang didasari oleh kerusakan otak pada saat peri- atau antenatal. Dalam klasifikasi tersebut ada dua jenis epilepsi menonjol, ialah epilepsi idiopatik dan RSE. Dari kedua tersebut terdapat banyak etiologi dan sindrom yang berbeda, masing-masing dengan prognosis yang baik dan yang buruk.
Dipandang dari kemungkinan terjadinya bangkitan ulang pasca-awitan, definisi neurologik dalam kaitannya dengan umur saat awitan mempunyai nilai prediksi sebagai berikut:
Apabila pada saat lahir telah terjadi defisit neurologik maka dalam waktu 12 bulan pertama seluruh kasus akan mengalami bangkitan ulang, Apabila defisit neurologik terjadi pada saat pascalahir maka resiko terjadinya bangkitan ulang adalah 75% pada 12 bulan pertama dan 85% dalam 36 bulan pertama. Kecuali itu, bangkitan pertama yang terjadi pada saat terkena gangguan otak akut akan mempunyai resiko 40% dalam 12 bulan pertama dan 36 bulan pertama untuk terjadinya bangkitan ulang. Secara keseluruhan resiko untuk terjadinya bangkitan ulang tidak konstan. Sebagian besar kasus menunjukan bangkitan ulang dalam waktu 6 bulan pertama.
Perubahan bisa terjadi pada awal saat otak janin mulai berkembang, yakni pada bulan pertama dan kedua kehamilan. Dapat pula diakibatkan adanya gangguan pada ibu hamil muda seperti infeksi, demam tinggi, kurang gizi (malnutrisi) yang bisa menimbulkan bekas berupa kerentanan untuk terjadinya kejang. Proses persalinan yang sulit, persalinan kurang bulan atau telat bulan (serotinus) mengakibatkan otak janin sempat mengalami kekurangan zat asam dan ini berpotensi menjadi ”embrio” epilepsi. Bahkan bayi yang tidak segera menangis saat lahir atau adanya gangguan pada otak seperti infeksi/radang otak dan selaput otak, cedera karena benturan fisik/trauma serta adanya tumor otak atau kelainan pembuluh darah otak juga memberikan kontribusi terjadinya epilepsi.

Penyebab- penyebab kejang pada epilepsi
Bayi (0- 2 th)
Hipoksia dan iskemia paranatal
Cedera lahir intrakranial
Infeksi akut
Gangguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hipomagnesmia, defisiensi piridoksin)
Malformasi kongenital
Gangguan genetic
Anak (2- 12 th) Idiopatik
Infeksi akut
Trauma
Kejang demam
Remaja (12- 18 th) Idiopatik
Trauma
Gejala putus obat dan alcohol
Malformasi anteriovena
Dewasa Muda (18- 35 th) Trauma
Alkoholisme
Tumor otak
Dewasa lanjut (> 35) Tumor otak
Penyakit serebrovaskular
Gangguan metabolik (uremia, gagal hepatik, dll )
Alkoholisme
2.3. Patofisiologi
Otak merupakan pusat penerima pesan (impuls sensorik) dan sekaligus merupakan pusat pengirim pesan (impuls motorik). Otak ialah rangkaian berjuta-juta neuron. Pada hakekatnya tugas neuron ialah menyalurkan dan mengolah aktivitas listrik saraf yang berhubungan satu dengan yang lain melalui sinaps. Dalam sinaps terdapat zat yang dinamakan neurotransmiter. Asetilkolin dan norepinerprine ialah neurotranmiter eksitatif, sedangkan zat lain yakni GABA (gama-amino-butiric-acid) bersifat inhibitif terhadap penyaluran aktivitas listrik sarafi dalam sinaps. Bangkitan epilepsi dicetuskan oleh suatu sumber gaya listrik di otak yang dinamakan fokus epileptogen. Dari fokus ini aktivitas listrik akan menyebar melalui sinaps dan dendrit ke neron-neron di sekitarnya dan demikian seterusnya sehingga seluruh belahan hemisfer otak dapat mengalami muatan listrik berlebih (depolarisasi). Pada keadaan demikian akan terlihat kejang yang mula-mula setempat selanjutnya akan menyebar ke bagian tubuh/anggota gerak yang lain pada satu sisi tanpa disertai hilangnya kesadaran. Dari belahan hemisfer yang mengalami depolarisasi, aktivitas listrik dapat merangsang substansia retikularis dan inti pada talamus yang selanjutnya akan menyebarkan impuls-impuls ke belahan otak yang lain dan dengan demikian akan terlihat manifestasi kejang umum yang disertai penurunan kesadaran.
Selain itu, epilepsi juga disebabkan oleh instabilitas membran sel saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami pengaktifan. Hal ini terjadi karena adanya influx natrium ke intraseluler. Jika natrium yang seharusnya banyak di luar membrane sel itu masuk ke dalam membran sel sehingga menyebabkan ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam-basa atau elektrolit, yang mengganggu homeostatis kimiawi neuron sehingga terjadi kelainan depolarisasi neuron. Gangguan keseimbangan ini menyebabkan peningkatan berlebihan neurotransmitter aksitatorik atau deplesi neurotransmitter inhibitorik.
Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari sebuah fokus kejang atau dari jaringan normal yang terganggu akibat suatu keadaan patologik. Aktivitas kejang sebagian bergantung pada lokasi muatan yang berlebihan tersebut. Lesi di otak tengah, talamus, dan korteks serebrum kemungkinan besar bersifat apileptogenik, sedangkan lesi di serebrum dan batang otak umumnya tidak memicu kejang. Di tingkat membran sel, sel fokus kejang memperlihatkan beberapa fenomena biokimiawi, termasuk yang berikut :
1) Instabilitas membran sel saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami pengaktifan.
2) Neuron-neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan muatan menurun dan apabila terpicu akan melepaskan muatan menurun secara berlebihan.
3) Kelainan polarisasi (polarisasi berlebihan, hipopolarisasi, atau selang waktu dalam repolarisasi) yang disebabkan oleh kelebihan asetilkolin atau defisiensi asam gama-aminobutirat (GABA).
4) Ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam-basa atau elektrolit, yang mengganggu homeostatis kimiawi neuron sehingga terjadi kelainan depolarisasi neuron. Gangguan keseimbangan ini menyebabkan peningkatan berlebihan neurotransmitter aksitatorik atau deplesi neurotransmitter inhibitorik.
Perubahan-perubahan metabolik yang terjadi selama dan segera setelah kejang sebagian disebabkan oleh meningkatkannya kebutuhan energi akibat hiperaktivitas neuron. Selama kejang, kebutuhan metabolik secara drastis meningkat, lepas muatan listrik sel-sel saraf motorik dapat meningkat menjadi 1000 per detik. Aliran darah otak meningkat, demikian juga respirasi dan glikolisis jaringan. Asetilkolin muncul di cairan serebrospinalis (CSS) selama dan setelah kejang. Asam glutamat mungkin mengalami deplesi (proses berkurangnya cairan atau darah dalam tubuh terutama karena pendarahan; kondisi yang diakibatkan oleh kehilangan cairan tubuh berlebihan) selama aktivitas kejang.
Secara umum, tidak dijumpai kelainan yang nyata pada autopsi. Bukti histopatologik menunjang hipotesis bahwa lesi lebih bersifat neurokimiawi bukan struktural. Belum ada faktor patologik yang secara konsisten ditemukan. Kelainan fokal pada metabolisme kalium dan asetilkolin dijumpai di antara kejang. Fokus kejang tampaknya sangat peka terhadap asetikolin, suatu neurotransmitter fasilitatorik, fokus-fokus tersebut lambat mengikat dan menyingkirkan asetilkolin.
Baca selengkapnya dan Untuk download klik disini disini

ASKEP TUBERCULOSIS PARU (TBC)


TUBERCULOSIS PARU

1.             Pengertian

Tuberculosis adalah penyakit yang disebabkan Mycobacterium tuberculosis yang hampir seluruh organ tubuh dapat terserang olehnya, tapi yang paling banyak adalah paru-paru (IPD, FK, UI).
Tuberculosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi ( Mansjoer , 1999).
2.              Etiologi

Etiologi Tuberculosis Paru adalah Mycobacterium Tuberculosis yang berbentuk batang dan Tahan asam ( Price , 1997 )
Penyebab Tuberculosis adalah M. Tuberculosis bentuk batang panjang 1 – 4 /mm
Dengan tebal 0,3 – 0,5 mm. selain itu juga kuman lain yang memberi infeksi yang sama yaitu M. Bovis, M. Kansasii, M. Intracellutare.
3.             Patofisiologi
Patofisiologi pneumonia selalu dimulai dari hilus paru yang menjalar secara progressif ke perifer sampai seluruh lobus terkena. Proses radang ini dapat kita bagi atas 4 tingkatan:

 1.      Patofisiologi Pneumonia – Tingkat kongesti

Lobus paru yang meradang tampak berwarna kemerah-merahan, membengkak pada perabaan mengandung banyak cairan dan pada irisan keluar cairan kemerah-merahan. Pada tingkat ini kapiler melebar dan kongestif, alveolus terisi oleh netrofil dan makrofag.

2.      Patofisiologi Pneumonia – Tingkat hepatisasi merah

Pada tingkat ini jumla,h netrofil bertambah, tampak pula sel-sel darah merah dalam alveoli. Eksudat berubah menjadi fibrinosa. Pada makroskopis paru-paru tampak lebih padat sehingga perabaannya menyerupai hati.
3.       Patofisiologi Pneumonia – Tingkat hepatisasi kelabu
Pada perabaan paru masih tetap kenyal seperti hepar, hanya warna kemerah-merahan berubah menjadi kelabu. Eksudat masih tetap terlihat bahkan dapat berubah menjadi nanah dan masuk ke pleura, pada mikroskopis sel-sel tampak amorf. Saat ini kuman sudah tidak dapat terdeteksi lagi dan makrofag lebih berperan dalam proses penyembuhan.
4.      Patofisiologi Pneumonia – Tingkat resolusi atau penyembuhan total

Selasa, 18 Desember 2012

ASKEP DIABETES MELITUS


ASKEP DIABETES MELITUS






DIABETES MELITUS
A. KONSEP DASAR
1. Pengertian
  • Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat (Silvia. Anderson Price, 1995)
  • Diabetes melitus adalah gangguan metabolik kronik yang tidak dapat disembuhkan, tetapi dapat dikontrol yang dikarakteristikan dengan ketidak ade kuatan penggunaan insulin (Barbara Engram; 1999, 532)
  • Diabetes melitus adalah suatu penyakit kronik yang komplek yang melibatkan kelainan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak dan berkembangnya komplikasi makro vaskuler, mikro vaskuler dan neurologis (Barbara C. Long, 1996).
2. Etiologi
Penyebab Diabetes Melitus berdasarkan klasifikasi menurut WHO tahun 1995 adalah :
a.    DM Tipe I (IDDM : DM tergantung insulin)
•    Faktor genetik / herediter
Faktor herediter menyebabkan timbulnya DM melalui kerentanan sel-sel beta terhadap penghancuran oleh virus atau mempermudah perkembangan antibodi  autoimun melawan sel-sel beta, jadi mengarah pada penghancuran sel-sel beta.
•    Faktor infeksi virus
Berupa infeksi virus coxakie dan Gondogen yang merupakan pemicu yang menentukan proses autoimun pada individu yang peka secara genetik
b.    DM Tipe II (DM tidak tergantung insulin = NIDDM)
•    Terjadi paling sering pada orang dewasa, dimana terjadi obesitas pada individu obesitas dapat menurunkan jumlah resoptor insulin dari dalam sel target insulin diseluruh tubuh. Jadi membuat insulin yang tersedia kurang efektif dalam meningkatkan efek metabolik yang biasa.
c.    DM Malnutrisi
•    Fibro Calculous Pancreatic DM (FCPD)
Terjadi karena mengkonsumsi makanan rendah kalori dan rendah protein sehingga klasifikasi pangkreas melalui proses mekanik (Fibrosis) atau toksik (Cyanide) yang menyebabkan sel-sel beta menjadi rusak.
•    Protein Defisiensi Pancreatic Diabetes Melitus (PDPD)
Karena kekurangan protein yang kronik menyebabkan hipofungsi sel Beta pancreas
d.    DM Tipe Lain
•    Penyakit pankreas seperti : pancreatitis, Ca Pancreas dll
•    Penyakit hormonal
Seperti : Acromegali yang meningkat GH (growth hormon) yang merangsang sel-sel beta pankeras yang menyebabkan sel-sel ini hiperaktif dan rusak
•    Obat-obatan
-    Bersifat sitotoksin terhadap sel-sel  seperti aloxan dan streptozerin
-    Yang mengurangi produksi insulin seperti derifat thiazide, phenothiazine dll.
3. Manifestasi klinis
1. Poliuria
2. Polidipsi
3. Polipagia
4. Penurunan berat badan
5. Kelemahan, keletihan dan mengantuk
6. Malaise
7. Kesemutan pada ekstremitas
8. Infeksi kulit dan pruritus
9. Timbul gejala ketoasidosis & samnolen bila berat
4. Patofisiologi   WOC (terlampir)
5. Penatalaksanaan
Tujuannya :
a.    Jangka panjang    : mencegah komplikasi
b.    Jangka pendek    : menghilangkan keluhan/gejala DM
Penatalaksanaan DM
a.    Diet
Perhimpunan Diabetes Amerika dan Persatuan Dietetik Amerika Merekomendasikan = 50 – 60% kalori yang berasal dari :
•    Karbohidrat    60 – 70%
•    Protein    12 – 20 %
•    Lemak    20 – 30 %
b.    Latihan
Latihan dengan cara melawan tahanan dapat menambah laju metablisme istirahat, dapat menurunkan BB, stres dan menyegarkan tubuh.
Latihan menghindari kemungkinan trauma pada ekstremitas bawah, dan hindari latihan dalam udara yang sangat panas/dingin, serta pada saat pengendalian metabolik buruk.
Gunakan alas kaki yang tepat dan periksa kaki setiap hari sesudah melakukan latihan.
c.    Pemantauan
Pemantauan kadar Glukosa darah secara mandiri.
d.    Terapi (jika diperlukan)
e.    Pendidikan
(Brunner & Suddarth, 2002)
6.    Pemeriksaan Diagnostik
    Gula darah meningkat
Kriteria diagnostik WHO untuk DM pada dewasa yang tidak hamil :
Pada sedikitnya 2 x pemeriksaan :
a.    Glukosa plasma sewaktu/random > 200 mg/dl (11,1 mmol/L)
b.    Glukosa plasma puasa/nuchter > 140 mg/dl (7,8 mmol/L)
c.    Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial) > 200 mg/dl.
    Tes Toleransi Glukosa
Tes toleransi glukosa oral : pasien mengkonsumsi makanan tinggi kabohidrat (150 – 300 gr) selama 3 hari sebelum tes dilakukan, sesudah berpuasa pada malam hari keesokan harinya sampel darah diambil, kemudian karbohidrat sebanyak 75 gr diberikan pada pasien
(Brunner & Suddarth, 2003)
    Aseton plasma (keton)    : positif secara mencolok
    Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat
    Osmolaritas serum : meningkat, < 330 mosm/dl
    Elektrolit :
    Natrium    :     meningkat atau menurun
  Kalium    :    (normal) atau meningkat semu (pemindahan seluler) selanjutnya menurun.
    Fosfor    :    lebih sering meningkat
    Gas darah arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan Po menurun pada HCO3 (asidosis metabolik) dengan kompensasi alkolosis resperatorik.
    Trombosit darah : H+ mungkin meningkat (dehidrasi) ; leukositosis; hemokonsentrasi merupakan resnion terhadap sitosis atau infeksi.
    Ureum/kreatinin : meningkat atau normal (dehidrasi/menurun fungsi ginjal).
    Urine : gula dan aseton (+), berat jenis dan osmolaritas mungkin meningkat.
(Doengoes, 2000)
7.    Komplikasi
a.    Komplikasi metabolik
•    Ketoasidosis diabetik
•    HHNK (Hiperglikemik Hiperosmolar Non Ketotik)
b.    Komplikasi
•    Mikrovaskular kronis (penyakit ginjal dan mata) dan Neuropati
•    Makrovaskular (MCl, Stroke, penyakit vaskular perifer).
(Brunner & Suddarth, 2002)
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a.    Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan utama gatal-gatal pada kulit yang disertai bisul/lalu tidak sembuh-sembuh, kesemutan/rasa berat, mata kabur, kelemahan tubuh. Disamping itu klien juga mengeluh poli urea, polidipsi, anorexia, mual dan muntah, BB menurun, diare kadang-kadang disertai nyeri perut, kramotot, gangguan tidur/istirahat, haus-haus, pusing-pusing/sakit kepala, kesulitan orgasme pada wanita dan masalah impoten pada pria.
b.    Riwayat Kesehatan Dahulu
o    Riwayat hipertensi/infark miocard akut dan diabetes gestasional
o    Riwayat ISK berulang
o    Penggunaan obat-obat seperti steroid, dimetik (tiazid), dilantin dan penoborbital.
o    Riwayat mengkonsumsi glukosa/karbohidrat berlebihan
c.    Riwayat Kesehatan Keluarga
Adanya riwayat anggota keluarga yang menderita DM.
d.    Pemeriksaan Fisik
o    Neuro sensori
Disorientasi, mengantuk, stupor/koma, gangguan memori, kekacauan mental, reflek tendon menurun, aktifitas kejang.
o    Kardiovaskuler
Takikardia / nadi menurun atau tidak ada, perubahan TD postural, hipertensi dysritmia, krekel, DVJ (GJK)
o    Pernafasan
Takipnoe pada keadaan istirahat/dengan aktifitas, sesak nafas, batuk dengan tanpa sputum purulent dan tergantung ada/tidaknya infeksi, panastesia/paralise otot pernafasan (jika kadar kalium menurun tajam), RR > 24 x/menit, nafas berbau aseton.
o    Gastro intestinal
Muntah, penurunan BB, kekakuan/distensi abdomen, aseitas, wajah meringis pada palpitasi, bising usus lemah/menurun.
o    Eliminasi
Urine encer, pucat, kuning, poliuria, urine berkabut, bau busuk, diare (bising usus hiper aktif).
o    Reproduksi/sexualitas
Rabbas vagina (jika terjadi infeksi), keputihan, impotensi pada pria, dan sulit orgasme pada wanita
o    Muskulo skeletal
Tonus otot menurun, penurunan kekuatan otot, ulkus pada kaki, reflek tendon menurun kesemuatan/rasa berat pada tungkai.
o    Integumen
Kulit panas, kering dan kemerahan, bola mata cekung, turgor jelek, pembesaran tiroid, demam, diaforesis (keringat banyak), kulit rusak, lesi/ulserasi/ulkus.
e.    Aspek psikososial
o    Stress, anxientas, depresi
o    Peka rangsangan
o    Tergantung pada orang lain
f.    Pemeriksaan diagnostik
o    Gula darah meningkat > 200 mg/dl
o    Aseton plasma (aseton) : positif secara mencolok
o    Osmolaritas serum : meningkat tapi < 330 m osm/lt
o    Gas darah arteri pH rendah dan penurunan HCO3 (asidosis metabolik)
o    Alkalosis respiratorik
o    Trombosit darah :  mungkin meningkat (dehidrasi), leukositosis, hemokonsentrasi, menunjukkan respon terhadap stress/infeksi.
o    Ureum/kreatinin : mungkin meningkat/normal lochidrasi/penurunan fungsi ginjal.
o    Amilase darah : mungkin meningkat > pankacatitis akut.
o    Insulin darah : mungkin menurun sampai tidak ada (pada tipe I), normal sampai meningkat pada tipe II yang mengindikasikan insufisiensi insulin.
o    Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
o    Urine : gula dan aseton positif, BJ dan osmolaritas mungkin meningkat.
o    Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih,  infeksi pada luka.
2. Diagnosa keperawatan
a.    Kekurangan volume cairan berhubungan dengan osmotik, kehilangan gastrik berlebihan, masukan yang terbatas.
b.    Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidak cukupan insulin penurunan masukan oral, status hipermetabolisme.
c.    Resti infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi, penurunan fungsi leukosit, perubahan sirkulasi.
d.    Resti perubahan sensori perseptual berhubungan dengan perubahan kimia endogen (ketidak seimbangan glukosa/insulin dan elektrolit.
e.    Ketidakberdayaan berhubungan dengan ketergantungan pada orang lain, penyakit jangka panjang.
f.    Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi. (Doengoes, 2000)
C. Intervensi
1.    Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik, kehilangan gastrik berlebihan, masukan yang terbatas.
Data yang mungkin muncul :
Peningkatan haluaran urin, urine encer, haus, lemah, BB, kulit kering, turgor buruk.
Hasil yang diharapkan :
Tanda vital stabil, turgor kulit baik, haluaran urin normal, kadar elektrolit dalam batas normal.
Intervensi    Rasional
Mandiri
1.    Pantau tanda vital    Hipovolemia dapat ditandai dengan hipotensi dan takikardi.
2.    Kaij suhu, warna kulit dan kelembaban.    Demam, kulit kemerahan, kering sebagai cerminan dari dehidrasi.
3.    Pantau masukan dan pengeluaran, catat bj urin    Memberikan perkiraan kebutuhan akan cairanpengganti, fungsi ginjal dan keefektifan terapi.
4.    Ukur BB setiap hari    Memberikan hasil pengkajian yang terbaik dan status cairan yang sedang berlangsung dan selanjutnya dalam memberikan cairan pengganti.
5.    Pertahankan cairan  2500 cc/hari jika pemasukan secara oral sudah dapat diberikan.    Mempertahankan hidrasi/volume sirkulasi
6.    Tingkatkan lingkungan yang nyaman selimuti dengan selimut tipis    Menghindari pemanasan yang berlebihan pada pasien yang akan menimbulkan kehilangan cairan.
7.    Catat hal-hal yang dilaporkan seperti mual, nyeri abdomen, muntah, distensi lambung.    Kekurangan cairan dan elektrolit mengubah motilitas lambung, yang sering menimbulkan muntah sehingga terjadi kekurangan cairan atau elektrolit.
Kolaborasi
8.    Berikan terapi cairan sesuai indikasi
Tipe dan jumlah cairan tergantung pada derajat kekurangan cairan dan respons pasien secara individual.
9.    Pasang selang NGT dan lakukan penghisapan sesuai dengan indikasi.    Mendekompresi lambung dan dapat menghilangkan muntah.
2.    Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidak cukupan insulin, penurunan masukan oral, hipermetabolisme
Data : Masukan makanan tidak adekuat, anorexia, BB, kelemahan, kelelahan, tonus otot buruk, diare.
Kriteria Hasil : Mencerna jumlah nutrien yang tepat, menunjukkan tingkat energi biasanya, BB stabil/.
Intervensi    Rasional
Mandiri
1.    Timbang BB setiap hari    Mengkaji pemasukan makananyang adekuat (termasuk absorpsi).
2.    Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang dihabiskan pasien.    Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan.
3.    Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri, abdomen, mual, muntah.    Hiperglikemi dapat menurunkan motilitas/ fungsi lambung (distensi atau ileus paralitik) yang akan mempengaruhi pilihan intervensi.
4.    Identifikasi makanan yang disukai.    Jika makanan yang disukai dapat dimasukkan dalam pencernaan makanan, kerjasama ini dapat diupayakan setelah pulang.
5.    Libatkan keluarga pada perencanaan makan sesuai indikasi.    Memberikan informasi pada keluarga untuk memahami kebutuhan nutrisi pasien.
6.    Kolaborasi dengan ahli diet    Sangat bermanfaat dalam perhitungan dan penyesuaian diet untuk memenuhi kebutuhan pasien.
3.    Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi, penurunan fungsi lekosit/perubahan sirkulasi.
Data : -
Kriteria hasil : Infeksi tidak terjadi
Intervensi    Rasional
Mandiri
1.    Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan.    Pasien mungkin masuk dengan infeksi yang biasanya telah mencetuskan keadaan ketuasidosis atau infeksi nasokomial.
2.    Tingkatkan upaya pencegahan dengan mencuci tangan bagi semua orang yang berhubungan dengan pasien, meskipun pasien itu sendiri.    Mencegah timbulnya infeksi nasokomial.
3.    Pertahankan teknik aseptik prosedur invasif.    Kadar glukosa tinggi akan menjadi media terbaik bagi pertumbuhan kuman.
4.    Berikan perawatan kulit dengan teratur dan sungguh-sugguh, massage daerah yang tertekan. Jaga kulit tetap kering, linen tetap kering dan kencang.    Sirkulasi perifer bisa terganggu yang menempatkan pasien pada peningkatan resiko terjadinya iritasi kulit dan infeksi.
5.    Bantu pasien melakukan oral higiene.    Menurunkan resiko terjadinya penyakit mulut.
6.    Anjurkan untuk makan dan minum adekuat.    Menurunkan kemungkinan terjadinya infeksi.
7.    Kolaborasi tentang pemberian antibiotik yang sesuai    Penanganan awal dapat membantu mencegah timbulnya sepsis.
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, M.E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakarta : EGC.
Engram, B. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta : EGC.
Brunner & Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol. 2. Jakarta : EGC.
Price. S.A. (1995). Patofisiologi, Edisi Kedua, Jakarta : EGC.
Jan Tambayong, dr. (2000). Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta : EGC.